Re-charge

Beberapa minggu terakhir ini, jadwal kegiatan saya (sangat) padat. Hal ini membuat saya berada pada titik jenuh bertambah capek yang menjadikan saya (sepertinya) tidak bersemangat lagi untuk melanjutkan rutinitas sehari-hari sebagai PM.

Belum lagi berbagai masalah (baru) mulai bermunculan. Masalah satu belum selesai, muncul masalah yang baru lagi. Begitu seterusnya. Semuanya melebur menjadi satu. Sempat terlintas pikiran untuk berhenti melangkah melanjutkan misi ini dan mengangkat tangan sambil memegang bendera putih. Hehe..

Tapi syukurlah, dalam kegamangan itu, saya menemukan sebuah pesan dalam album foto yang ada di Handphone saya.

Pesan tersebut berbunyi :

“Yes, Allah knows you are tired. Allah knows it is difficult for you. Allah knows you are squeezing your last drop of energy. But you must also know that Allah would never place you in a situation that you can’t handle.” (anonym)

Allah tahu saya capek. Allah tahu ini sulit bagi saya. Allah tahu saya sedang kehabisan energi. Tapi saya juga harus tahu bahwa Allah tidak akan pernah menempatkan saya pada situasi yang tidak bisa saya tangani.

Benar. Allah tidak akan pernah memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hamba-Nya. Semuanya sudah diukur dan diatur.

Saya teringat akan salah satu kalam-Nya yang ada di dalam kitab suci Al-Qur’an,

“Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (QS. al-Mu`minuun: 62)

Dalam ayat yang lain Allah SWT juga mengingatkan,

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-A’raaf: 42).

Setelah membaca pesan dan mengingat Firman-Nya yang (sungguh) tak terbantahkan kebenarannya itu, saya teringat akan tujuan awal saya bergabung dengan Gerakan Indonesia Mengajar. Tentang semangat luar biasa para sahabat Pengajar Muda, semua pihak yang selama ini mendukung kami untuk terus bergerak bersama-sama melunasi salah satu janji kemerdekaan Republik ini, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ingatan itu memenuhi pikiran dan hati saya yang perlahan tapi pasti, mengalirkan (kembali) energi dan semangat baru yang saya butuhkan saat ini.
Namun yang membuat saya kembali bangkit dengan energi penuh adalah murid-murid saya.

Suara mereka yang memanggil nama saya dikala matahari mulai beranjak ke ufuk barat untuk bersama-sama pergi ke Surau, belajar alif, ba, ta, tsa, adalah energy-booster yang mampu me-re-charge semangat saya untuk terus melangkah dan memberikan yang terbaik bagi mereka.

Alhamdulillah, saat menuliskan kalimat terakhir dari tulisan ini, semangat saya telah kembali seratus persen. Bulet. Gak pake koma. Hehe…. 😀

Salam Semangat dari bumi Mangsang,

@arasyidharman

Cermin : Sebuah Refleksi #1

cerminsebuahrefleksi#1

Cermin. Kita semua akrab, bahkan sangat akrab dengan benda yang satu ini. Setiap hari, kita tidak pernah absen untuk tersenyum dihadapannya. Apa yang kita lihat? Tidak lain dan tidak bukan dialah sosok diri kita dengan ekspresi apa adanya sesuai dengan ekspresi yang kita berikan kepadanya.

Menjadi seorang Pengajar Muda, setidaknya, bagi saya pribadi selama tiga bulan terakhir ini, memberikan pelajaran hidup yang sungguh berarti.

Setiap hari saya bertemu, berinteraksi dengan anak-anak di ruang kelas. Ruang kelas itu adalah laboratorium hidup anak manusia yang memiliki ‘cahaya’ dengan ciri khas dan keunikannya masing-masing.

Apa yang saya rasakan, saya katakan, saya pikirkan akan terpancar dan dirasakan oleh anak-anak. Kalau saya masuk ke kelas dengan semangat, anak-anak pun semangat. Kalau saya datang ke kelas dengan membawa optimisme, tak diragukan lagi, optimisme itu juga akan menular ke mereka.

Saya setiap hari merasakannya. Ketika saya masuk ke kelas dengan semangat, aura kelas yang tadinya seperti kuburan berubah menjadi panggung pertunjukkan membahana. Hidup. Penuh energi.

Saya kemudian berfikir. Tepatnya merenung. Betapa pentingnya sebuah sikap, pikiran, serta hati dan niat yang positif. Karena lagi-lagi, layaknya sebuah cermin. Ia akan merefleksikan apa saja yang ada dihadapannya. Tak kurang. Tak lebih. Sama halnya dengan keberadaan kita di dalam kelas, dihadapan anak-anak. Mereka ibaratnya adalah ‘cermin’ yang memantulkan apa saja yang ada dihadapan mereka.

Namun bedanya, mereka tidak hanya memantulkan bentuk tiga dimensi yang ada dihadapan mereka. lebih dari itu. Mereka juga memantulkan energi, semangat, sikap, dan dimensi-dimensi tak kasat mata lainnya. Yang semua itu akan memberikan potret atau keadaan bagaimana proses interaksi dan suasana yang ada di dalam ruang kelas dimana kita berada.

Merenungi akan pentingnya sebuah sikap, maka saya berusaha untuk selalu menghadirkan cahaya optimisme ke dalam kelas. Tak peduli apakah ‘cermin-cermin’ yang akan saya jumpai akan memantulkan hal yang sama secara sempurna atau tidak. Pun tak menjadi soal apakah nantinya mereka akan menerima cahaya yang saya bawa sesuai yang saya pertunjukkan atau tidak.

Yang harus terus saya dan kita semua pertahankan adalah konsistensi untuk menghadirkan cahaya optimisme ke hadapan mereka sehingga suasana belajar menjadi penuh energi positif yang akan terus menyala dalam ingatan mereka.

 

Salam Hangat,

@arasyidharman